PADANG – Melihat kesuksesan karir Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman, mungkin tak ada yang menyangka hidupnya di masa kecil terbilang sulit. Di usia belasan tahun, ayahnya, tulang punggung keluarganya telah pergi menghadap Sang Khalik meninggalkan delapan anak yang masih kecil.
“Waktu umur 11 atau 12 tahun kalau tak salah, ayah saya meninggal dunia. Orang tua memiliki delapan anak, yang paling besar masih kuliah, ” ceritanya saat memberi Kuliah Umum Ketahanan Nasional dengan Tema Penguatan Wawasan Kebangsaan dalam Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Convention Hall Universitas Andalas, Padang, Rabu (9/3).
Semasa hidupnya, sang ayah hanyalah pegawai negeri sipil golongan rendah yang kerjanya sebagai penyapu ruangan-ruangan di kantor tempatnya bekerja. Sepeninggal ayahnya, untuk menopang ekonomi keluarga, Dudung remaja berjualan apa saja sambil tetap sekolah. “Saya jualan kerupuk, terasi, dan makanan lainnya, ” tuturnya.
Pada usia 15 tahun, dia juga memutuskan untuk menjadi loper koran dari pukul 04.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB, karena sekolahnya di siang hari. Bersama dengan menjadi loper, dia juga berjualan klepon, sebuah penganan tradisional yang dititipkan ke Kantin Kodam III Siliwangi dan sejumlah perkantoran lainnya.
Di sinilah, bermula titik balik kehidupan jenderal bintang empat itu. Saat mengantar klepon ke kantin Kodam, dia mendapatkan perlakuan tak mengenakan dari Tamtama, penjaga pintu. Klepon jualannya
ditendang hingga berserakan ke tanah. “Jadi waktu itu, saya pikir karena sudah biasa, tiap hari ke sana, saya cuma bilang, permisi pak sama petugas jaga seorang tamtama. Rupanya, petugas ini masih baru
dan dia memanggil saya, hei kamu, sini, kenapa tidak laporan katanya sambil turun dengan membawa senjata, ” kisahnya.
Singkat cerita, piring klepon ditendang dan isinya sebanyak 55 biji berjatuhan. “Di situ saya mulai bangkit. Awas nanti saya jadi perwira, masuk Akabri dan tekad saya waktu itu, tentara tidak boleh menganiaya rakyatnya, ” tegasnya.
Makanya, lanjut Jenderal Dudung, saat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dalam tujuh perintah harian KSAD, pada poin kelima dia menegaskan, TNI AD harus hadir di tengah-tengah rakyatnya, apapun yang menjadi kesulitannya dan harus menjadi solusi. Inilah yang dilakukannya saat gempa besar melanda Pasaman Barat beberapa waktu lalu. “Pas gempa Pasaman kemarin, saya bilang jangan tunggu perintah, pokoknya kamu harus hadir di tengah - tengah mereka yang sedang panik, sedang kelaparan, kamu harus hadir, ” tegasnya lagi.
Terlepas dari kisah hidupnya yang berliku, Dudung dalam kuliah umumnya menekankan kepada mahasiswa di kampus itu untuk selalu menjadi pribadi yang baik, karena kebaikan itu pasti akan berbalik untuk diri seseorang yang selalu berbuat baik. Sebaliknya, jika berbuat jahat ke orang lain, maka tak akan lama mendapatkan keburukan pula.
Dia juga mengharapkan kepada mahasiswa sebagai garda terdepan pembaharuan, untuk bersama membangun bangsa ini dengan kemandirian, persatuan dan kesatuan, serta keikhlasan untuk meneruskan perjuangan bangsa. (**)